Blitar kotaku
Sejarah
Hotel "Van Rheeden" di Blitar (tahun 1919-1926).
Berdasarkan legenda, dahulu
bangsa Tartar dari
Asia Timur sempat menguasai daerah Blitar yang kala itu belum bernama Blitar.
Majapahit
saat itu merasa perlu untuk merebutnya. Kerajaan adidaya tersebut
kemudian mengutus Nilasuwarna untuk memukul mundur bangsa Tartar.
Keberuntungan berpihak pada Nilasuwarna, ia dapat mengusir bangsa dari
Mongolia
itu. Atas jasanya, ia dianugerahi gelar sebagai Adipati Aryo Blitar I
untuk kemudian memimpin daerah yang berhasil direbutnya tersebut. Ia
menamakan tanah yang berhasil ia bebaskan dengan nama
Balitar yang berarti kembali pulangnya bangsa Tartar.
Akan tetapi, pada perkembangannya terjadi konflik antara Aryo Blitar I
dengan Ki Sengguruh Kinareja yang tak lain adalah patihnya sendiri.
Konflik ini terjadi karena Sengguruh ingin mempersunting Dewi Rayung
Wulan, istri Aryo Blitar I.
Singkat cerita, Aryo Blitar I lengser dan Sengguruh meraih tahta
dengan gelar Adipati Aryo Blitar II. Akan tetapi, pemberontakan kembali
terjadi. Aryo Blitar II dipaksa turun oleh
Joko Kandung, putra dari Aryo Blitar I. Kepemimpinan Joko Kandung dihentikan oleh kedatangan bangsa
Belanda. Sebenarnya, rakyat Blitar yang multietnis saat itu telah melakukan perlawanan, tetapi dapat diredam oleh Belanda.
Kota Blitar mulai berstatus
gemeente (
kotapraja) pada tanggal
1 April 1906 berdasarkan peraturan
Staatsblad van Nederlandsche Indie No. 150/1906. Pada tahun itu, juga dibentuk beberapa kota lain di Pulau Jawa, antara lain
Batavia,
Buitenzorg,
Bandoeng,
Cheribon,
Magelang,
Samarang,
Salatiga,
Madioen,
Malang,
Soerabaja, dan
Pasoeroean.
Dengan statusnya sebagai
gemeente, selanjutnya di Blitar juga
dibentuk Dewan Kotapradja Blitar yang beranggotakan 13 orang dan
mendapatkan subsidi sebesar 11.850
gulden dari
Pemerintah Hindia-Belanda. Untuk sementara, jabatan
burgemeester (wali kota) dirangkap oleh
Residen Kediri.
Pada
zaman pendudukan Jepang, berdasarkan
Osamu Seirei tahun 1942, kota ini disebut sebagai
Blitar-shi dengan luas wilayah 16,1 km² dan dipimpin oleh seorang
shi-chō.
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 17/1950,
Kota Blitar ditetapkan sebagai daerah kota kecil dengan luas wilayah
16,1 km². Dalam perkembangannya, nama kota ini kemudian diubah lagi
menjadi
Kotamadya Blitar berdasarkan Undang-Undang No. 18/1965.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 48/1982, luas wilayah Kotamadya
Blitar ditambah menjadi 32,58 km² serta dikembangkan dari satu menjadi
tiga
kecamatan dengan 20
kelurahan. Terakhir, berdasarkan Undang-Undang No. 22/1999, nama Kotamadya Blitar diubah menjadi Kota Blitar
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Blitar